Ringkasan Singkat
Video ini membahas isu-isu energi di Indonesia, termasuk masalah kelangkaan BBM, impor, dan transisi ke energi terbarukan. Beberapa poin utama yang dibahas:
- Isu pencampuran air dalam BBM dan dampaknya terhadap kepercayaan publik.
- Pembatasan impor BBM oleh SPBU swasta dan dampaknya.
- Pentingnya kemandirian energi melalui pembangunan kilang dalam negeri.
- Tantangan transisi ke energi terbarukan dan perlunya keseimbangan dengan energi fosil.
- Tata kelola sektor energi yang kompleks dan perlunya reformasi.
Pembukaan
Video dimulai dengan membahas situasi terkini terkait masalah energi di Indonesia, termasuk isu Pertalite yang tercampur air dan kelangkaan BBM di SPBU swasta. Narasumber, Muhammad Khalid Sahirazi dari Center for Energy Policy, akan membahas lebih dalam mengenai tulang dan daging industri energi nasional.
Isu Pertalite Tercampur Air
Isu Pertalite tercampur air dianggap sebagai buntut dari masalah pembatasan impor oleh SPBU swasta. Secara ilmiah, air tidak mungkin bercampur dengan bensin kecuali pada BBM yang mengandung etanol karena sifat higroskopis etanol. Pembuktian kualitas BBM harus dilakukan dengan alat canggih, bukan hanya dengan botol air mineral. Tindakan pejabat publik yang mempertontonkan hal tersebut dianggap kurang hati-hati dan dapat diproses hukum jika sengaja membuat isu yang meresahkan.
Kelangkaan BBM di SPBU Swasta
Kelangkaan BBM di SPBU swasta disebabkan oleh kinerja penjualan yang bagus sehingga kuota impor mereka sudah habis pada bulan September. Pemerintah membatasi impor untuk menjaga neraca perdagangan dan nilai tukar rupiah. Pertamina masih memiliki kuota impor yang belum terpakai, namun SPBU swasta menolak tawaran untuk menggunakan kuota tersebut karena adanya kandungan etanol 3,5% dalam base fuel yang ditawarkan. Etanol sebenarnya adalah green energy dengan oktan tinggi, namun SPBU swasta lebih memilih base fuel murni untuk dicampur sendiri sesuai racikan mereka. Isu ini dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk mendapatkan keuntungan dari sentimen negatif publik terhadap Pertamina.
Peran Pertamina dan SPBU Swasta
SPBU BUMN di negara lain juga ada di daerah terpencil, berbeda dengan di Indonesia yang hanya ada di kota besar. Pemerintah bisa mengatur agar SPBU swasta juga membangun infrastruktur pengolahan (kilang) agar ada nilai tambah. Saat ini, SPBU swasta hanya melakukan trading dan impor BBM dari Singapura. Pemerintah ingin mengubah komposisi impor karena ada komitmen politik dengan Amerika Serikat untuk membeli produk energi mereka. Singapura tidak memiliki sumber daya alam, hanya menjadi energy hub. World Bank pernah menyarankan agar Indonesia tidak membangun kilang karena dianggap mahal, namun hal ini membuat Indonesia tergantung pada impor BBM.
Kemandirian Energi dan Pembangunan Kilang
Kemandirian energi dapat dibangun melalui pembangunan kilang sendiri. Ada dua mazhab: energi sovereign (mengandalkan sumber daya sendiri) dan energi security (ketersediaan, keterjangkauan, dan keberlanjutan). Indonesia lebih banyak memiliki energi hijau, namun migas tetap penting sebagai jembatan transisi. Peningkatan produksi hulu dan kapasitas kilang harus dilakukan bersamaan untuk mencapai swasembada energi. Investasi di hulu migas masih ribet dan birokratis. Undang-Undang Migas yang ada saat ini justru membuat produksi menurun.
Tata Kelola Energi dan Peran Lembaga Internasional
Lembaga internasional sering menerapkan resep umum untuk memulihkan inefisiensi dan korupsi, seperti Norwegian model. Namun, model ini tidak selalu berhasil di negara lain karena perbedaan kapasitas birokrasi. Indonesia tidak boleh mengadopsi mentah-mentah, tetapi harus mengadaptasi sesuai kondisi sendiri. Puncak produksi minyak Indonesia justru terjadi saat dikelola dengan Undang-Undang 8 tahun 1971. Kompleksitas geografis dan distribusi membuat Pertamina sulit digantikan oleh perusahaan lain.
Energi Sovereignty vs. Energy Security
Pendekatan energy security menekankan pada availability, accessibility, affordability, dan acceptability (ramah lingkungan). Standar Euro BBM harus ditingkatkan. Pertalite sebaiknya dihapus dan diganti dengan RON 95. Konsumsi energi adalah indikator kemajuan negara. Rasio elektrifikasi Indonesia sudah 99%, namun konsumsi energi per kapita masih rendah dibandingkan negara ASEAN lain.
Transisi Energi dan Tantangannya
Target bauran energi hijau dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) sering meleset. Intervensi Trump yang pro fossil fuels juga mempengaruhi pasar energi hijau. Negara-negara Barat memaksa Indonesia untuk diversifikasi energi, namun mereka sendiri sudah lebih dulu mengotori lingkungan. Teori dependensi menjelaskan bahwa negara maju tidak ingin negara berkembang maju. Ketergantungan diciptakan melalui berbagai jebakan, termasuk utang.
Geopolitik dan Kemandirian Energi
Indonesia dikenal sebagai negara non-blok, yang bisa menjadi kelebihan atau kekurangan. Indonesia bisa memainkan peran di dua kutub (Cina dan Amerika) sekaligus. Dalam hubungan internasional, tidak ada altruisme. Setiap negara mementingkan kepentingan nasionalnya sendiri. Indonesia perlu oportunistik dan memanfaatkan peluang yang ada.
Energi Terbarukan dan Keekonomian
Pengembangan energi hijau terkendala masalah keekonomian. Harga energi terbarukan masih lebih mahal dari energi fosil. Biaya teknologi belum bisa ditanggung oleh keterbatasan jumlah pengguna. Subsidi untuk energi fosil harus dicabut dan dialihkan untuk pengembangan energi hijau. Transisi energi melalui gas bumi bisa lebih cepat jika ada infrastruktur yang memadai.
Kutukan Sumber Daya Alam dan Solusinya
Kutukan sumber daya alam terjadi karena tata kelola yang buruk, bukan karena sumber dayanya itu sendiri. Solusinya adalah mandiri dalam kapasitas SDM dan menguasai teknologi. Tanpa penguasaan teknologi, Indonesia rentan dieksploitasi oleh negara lain. Pembangunan berkelanjutan membutuhkan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas.

