Eps 928 | PESANTREN DIBOIKOT UMAT ISLAM : PENURUNAN JUMLAH SANTRI CAPAI 76% DALAM LIMA TAHUN

Eps 928 | PESANTREN DIBOIKOT UMAT ISLAM : PENURUNAN JUMLAH SANTRI CAPAI 76% DALAM LIMA TAHUN

Ringkasan Singkat

Video ini membahas tentang penurunan jumlah santri di Indonesia dan mengidentifikasi 10 kesalahan utama dalam sistem pendidikan pesantren salaf yang menyebabkan kemunduran ini. Guru Gembul menekankan pentingnya introspeksi diri, pengembangan nalar kritis, dan adaptasi terhadap perkembangan zaman bagi pesantren agar tidak punah.

  • Penurunan jumlah santri yang signifikan dalam 5 tahun terakhir.
  • 10 kesalahan utama dalam sistem pendidikan pesantren salaf.
  • Pentingnya introspeksi dan adaptasi untuk kelangsungan pesantren.

Pendahuluan

Guru Gembul membuka video dengan menyampaikan keprihatinannya terhadap penurunan jumlah santri di Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Agama. Ia menyoroti bahwa dalam 5 tahun terakhir, jumlah santri telah menurun drastis dari 5 juta menjadi 1,37 juta, atau sekitar 76%. Guru Gembul memperkirakan jika kondisi ini terus berlanjut, pesantren di Indonesia bisa benar-benar kehilangan peminat dalam 15-20 tahun ke depan. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya karena kritik yang selama ini ia sampaikan kepada pesantren justru dianggap sebagai hujatan, bukan sebagai masukan membangun.

Keengganan Menerima Kritik dan Evaluasi

Kesalahan pertama yang diidentifikasi adalah keengganan pesantren untuk menerima kritik, evaluasi, dan melakukan introspeksi diri. Guru Gembul menjelaskan pengalamannya mengkritik pesantren salaf yang seringkali ditanggapi dengan meremehkan atau menyerang personal, bukan berdasarkan argumentasi yang disampaikan. Ia mencontohkan bagaimana kritiknya terhadap seorang perokok di pesantren dan kebersihan lingkungan pesantren justru dibalas dengan menampilkan dalil-dalil fikih yang tidak relevan dengan inti masalah.

Tidak Mengajarkan Pola Pikir dan Kecerdasan Nalar

Guru Gembul menjelaskan bahwa pesantren salaf cenderung tidak mengajarkan pola pikir dan kecerdasan nalar, melainkan lebih fokus pada hafalan. Ia menjelaskan enam level berpikir, mulai dari menghafal hingga menciptakan, dan menyebutkan bahwa pesantren salaf umumnya hanya mengajarkan level terendah, yaitu menghafal. Santri tidak didorong untuk menganalisis, menafsirkan, atau berpikir kritis, sehingga mereka kesulitan dalam menghadapi perbedaan pendapat dan mencari solusi terhadap masalah-masalah реаlitas.

Fanatik pada Masa Lalu

Pesantren salaf dinilai terlalu fanatik pada masa lalu, sehingga enggan untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. Guru Gembul mencontohkan bagaimana ilmu ekonomi modern yang berkembang pesat dalam dua abad terakhir tetap ditarik ke otoritas ulama dari ratusan tahun lalu. Pesantren cenderung mensakralkan tradisi dan enggan untuk menciptakan gagasan atau metode baru yang lebih relevan dengan kondisi saat ini.

Tidak Terbiasa dengan Ilmu Pengetahuan

Guru Gembul mengkritik pesantren yang tidak terbiasa dengan ilmu pengetahuan dan lebih memilih doktrin. Akibatnya, pesantren tidak memiliki data statistik atau kalkulasi yang bisa diuji untuk melakukan introspeksi diri. Ia mencontohkan bagaimana Kementerian Agama sendiri tidak memiliki data yang valid mengenai jumlah santri di Indonesia. Ketidakbiasaan dengan bukti empiris ini membuat pesantren kesulitan dalam merencanakan masa depan dan mengambil keputusan yang tepat.

Sekuler dalam Pendidikan

Guru Gembul menyoroti sikap sekuler dalam pendidikan di pesantren salaf, di mana ilmu-ilmu seperti matematika, kimia, dan ekonomi dianggap sebagai ilmu duniawi yang tidak penting. Padahal, ilmu-ilmu tersebut sangat penting dalam menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Ia mencontohkan bagaimana pembangunan masjid membutuhkan ilmu matematika, ekonomi, dan teknik sipil. Sikap sekuler ini juga membuat pesantren meremehkan ilmu-ilmu tersebut dan mengajak santri untuk tidak mempelajarinya.

Tidak Mengerti How dan Why

Guru Gembul menjelaskan bahwa pesantren seringkali hanya tahu bahwa sesuatu itu haram, tetapi tidak mengerti bagaimana cara menghindarinya atau mengapa hal itu dilarang. Ia mencontohkan kasus perzinahan dan penyimpangan seksual yang justru banyak terjadi di pesantren karena kurangnya pemahaman tentang biologi dan psikologi. Pesantren juga dinilai hanya bisa berceramah tentang kejahatan Israel, tetapi tidak tahu bagaimana cara mengalahkan Israel.

Menjadikan Guru sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan

Kesalahan berikutnya adalah menjadikan guru sebagai pusat ilmu pengetahuan dan kebenaran. Guru Gembul mengkritik sikap taklid buta santri kepada guru, di mana kebenaran dinilai tergantung pada siapa yang mengatakannya, bukan pada isinya. Hal ini menyebabkan banyak kejadian pencabulan di pesantren karena santri mengikuti perkataan guru tanpa berpikir kritis. Ia menekankan bahwa kebenaran harus berdiri sendiri dan bisa didapatkan dari manapun.

Bikin Ajaran Baru Tanpa Pengetahuan

Guru Gembul mengungkapkan bahwa guru-guru di pesantren seringkali membuat ajaran baru tanpa dasar pengetahuan yang jelas. Ia mencontohkan ajaran puasa dari jam 6 sore sampai jam 12 malam untuk menghafal Al-Quran dengan cepat, yang jelas-jelas bertentangan dengan ilmu biologi, saraf, dan gizi. Ajaran-ajaran seperti ini diikuti oleh santri karena otoritas guru dianggap lebih tinggi daripada kebenaran ilmiah atau ajaran agama yang sebenarnya.

Menggeruduk Pengajian Lain

Kesalahan terakhir yang diidentifikasi adalah kebiasaan menggeruduk pengajian lain karena kebenaran dinilai tergantung pada individu atau kelompok tertentu. Guru Gembul mencontohkan berbagai kelompok agama yang saling menggeruduk karena tidak melihat kebenaran berdasarkan isinya, melainkan berdasarkan siapa yang mengatakannya. Hal ini menyebabkan perpecahan dan polarisasi di kalangan umat Muslim.

Kesimpulan

Guru Gembul menutup video dengan mengingatkan kembali tentang penurunan jumlah santri di Indonesia dan pentingnya pesantren untuk memperbaiki diri. Ia menyadari bahwa video ini mungkin akan dipotong-potong dan dijadikan ujaran kebencian, tetapi ia tetap berharap pesantren dapat peduli dan melakukan introspeksi agar tidak punah.

Share

Summarize Anything ! Download Summ App

Download on the Apple Store
Get it on Google Play
© 2024 Summ