Ringkasan Singkat
Video ini membahas tentang pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles di Hindia (Indonesia) pada awal abad ke-19. Raffles menerapkan berbagai kebijakan di bidang pemerintahan dan ekonomi, termasuk sistem sewa tanah (landrent). Meskipun pemerintahannya singkat, kebijakan Raffles memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi dan administrasi di Jawa.
- Raffles berkuasa setelah Inggris mengambil alih kekuasaan dari Belanda.
- Kebijakan Raffles berfokus pada penghapusan kerja rodi, perubahan peran bupati, dan sistem sewa tanah.
- Sistem sewa tanah (landrent) menjadi dasar perkembangan sistem ekonomi uang.
- Kekuasaan Inggris di Hindia berakhir pada tahun 1816, dan wilayah tersebut kembali dikuasai oleh Belanda.
Intro
Video ini akan membahas tentang kekuasaan Inggris di Hindia yang dimulai pada tanggal 18 September 1811, ketika Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa baru hingga tahun 1816. Perkembangan kolonialisme Inggris di Indonesia akan menjadi fokus utama.
Awal Pemerintahan Sir Thomas Stamford Bingley Raffles
Pada bulan Mei 1811, Daendels digantikan oleh Willem Janssens. Pada tanggal 18 September 1811, Janssens menyerah kepada Inggris di dekat Salatiga, yang kemudian ditandatangani Perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Isi perjanjian tersebut adalah Pulau Jawa dan daerah kekuasaan Belanda diserahkan kepada Inggris, semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris, dan orang-orang Belanda dapat dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris. Gubernur Jenderal Lord Minto secara resmi mengangkat Raffles dengan pusat pemerintahan Inggris di Batavia. Raffles mulai mengambil langkah-langkah untuk memperkuat kedudukan Inggris di tanah jajahan.
Kebijakan Raffles dalam bidang pemerintahan
Dalam menjalankan pemerintahannya, Raffles berpegang pada tiga prinsip utama. Pertama, segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapuskan dan diganti dengan penanaman bebas oleh rakyat. Kedua, peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial. Ketiga, tanah milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai penyewa. Raffles didampingi oleh para penasihat yang terdiri dari Gillespie, Mutinghe, dan Presant. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan. Raffles mengambil strategi membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang membenci Belanda. Para bupati dijadikan pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi memiliki tanah dengan segala hasilnya.
Kebijakan Raffles dalam bidang ekonomi
Kebijakan Raffles dalam bidang ekonomi meliputi pelaksanaan sistem sewa tanah atau pajak tanah yang kemudian meletakkan dasar bagi perkembangan sistem perekonomian uang. Selain itu, dilakukan penghapusan pajak dan penyerahan wajib hasil bumi, penghapusan kerja rodi dan perbudakan, serta penghapusan sistem monopoli. Desa dijadikan sebagai unit administrasi penjajahan.
Sistem Sewa Tanah (Land Rent)
Kebijakan sistem sewa tanah atau landrent yang dicanangkan Raffles tidak terlepas dari pandangannya mengenai tanah sebagai faktor produksi. Menurut Raffles, pemerintah adalah satu-satunya pemilik tanah. Dengan demikian, penduduk Jawa menjadi penyewa dengan membayar pajak sewa tanah dari tanah yang dikelolanya.
Kebijakan Land Rent
Kebijakan landrent meliputi beberapa poin penting. Pertama, pajak dipungut perorangan dan jumlah pemungutannya disesuaikan dengan jenis dan produksi tanah. Kedua, pajak yang dibayarkan penduduk diharapkan berupa uang, tetapi jika terpaksa tidak berupa uang, dapat juga dibayar dengan barang lain seperti beras. Ketiga, penempatan desa sebagai unit administrasi pelaksana pemerintah dimaksudkan agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang. Keempat, memberikan kebebasan bagi para petani untuk menanam tanaman yang sekiranya lebih laku di pasar dunia seperti kopi, tebu, dan nila.
Akhir pemerintahan Sir Thomas Stamford Bingley Raffles
Pada tahun 1816, Raffles mengakhiri pemerintahannya di Hindia. Pada tahun 1814, diadakan Konvensi London. Salah satu isi Konvensi London adalah Inggris harus mengembalikan tanah jajahan di India kepada Belanda. Dengan demikian, pada tahun 1816, kepulauan nusantara kembali dikuasai oleh Belanda.