Martin Suryajaya: Pendekatan Humaniora Digital Untuk Kajian Sastra Part 1

Martin Suryajaya: Pendekatan Humaniora Digital Untuk Kajian Sastra Part 1

Ringkasan Singkat

Video ini memperkenalkan penerapan metode digital dalam studi sastra, yang dikenal sebagai Digital Humanities. Pendekatan ini menantang metode pembacaan konvensional (close reading) dengan menawarkan distant reading yang memanfaatkan teknologi untuk menganalisis korpus sastra yang besar. Digital Humanities bersifat interdisipliner, menggabungkan ilmu komputer, statistika, dan linguistik untuk menemukan pola-pola dalam data tekstual.

  • Digital Humanities menggunakan metode kuantitatif untuk menganalisis data sastra dalam skala besar.
  • Pendekatan distant reading memungkinkan peneliti untuk melihat pola-pola umum dalam korpus yang luas, berbeda dengan fokus detail pada close reading.
  • Computational linguistics dan distributional hypothesis menjadi dasar teoretis dalam memahami makna kata berdasarkan konteksnya.

Pengantar Digital Humanities dan Perbandingan dengan Close Reading

Video ini membahas tentang penerapan metode digital dalam studi sastra, yang menantang praktik kritik sastra konvensional seperti close reading. Frank Pomoretti mengkritik close reading karena asumsinya bahwa karya yang dibaca adalah kanon dan terbatas jumlahnya. Dalam konteks sastra dunia dengan korpus yang sangat besar, close reading menjadi tidak memadai. Pomoretti menawarkan distant reading sebagai alternatif, di mana kritikus membaca hasil pemetaan mesin terhadap karya sastra, bukan karya itu sendiri. Digital Humanities menggunakan metode digital untuk memperkaya penelitian humaniora, dengan fokus pada metode dan pola-pola makro dalam rentang budaya yang luas.

Karakteristik dan Prinsip Dasar Digital Humanities

Digital Humanities berbeda dari studi humaniora tentang budaya digital. Pendekatan ini bersifat makro, melihat pola evolusioner besar dalam budaya, dan seringkali interdisipliner, menggabungkan perspektif dari ilmu komputer dan statistika. Meskipun humaniora biasanya interpretatif, Digital Humanities bersifat eksplanatori, mencari hukum-hukum seperti faktor selera estetik. Alat yang sering digunakan adalah VOAN. Perbedaan utama dengan metode konvensional adalah: Digital Humanities menggunakan distant reading, fokus pada analisis yang lebih luas (seperti genre atau periodisasi sastra), mencari pola umum, dan menggunakan teori setelah melihat pola data (bottom-up), berbeda dengan pendekatan teori-sentris pada humaniora konvensional.

Pertemuan antara Sastra dan Linguistik dalam Digital Humanities

Inspirasi dasar Digital Humanities berasal dari linguistik, yang mempertemukan sastra dan linguistik dalam computational linguistics. Hipotesis distribusi dari tahun 1990-an menyatakan bahwa makna dapat didekati berdasarkan konteks kemunculan kata. Kata-kata yang sering muncul dalam konteks yang sama cenderung memiliki makna yang mirip. Hipotesis ini dapat dioperasionalkan dengan menghitung frekuensi kemunculan konteks serupa. Konsep co-occurrence, atau kemunculan kata yang sama, membantu memahami makna sebuah kata berdasarkan kata-kata di sekitarnya. Hipotesis ini, yang sebelumnya hanya konstruksi teoretis, dapat diterapkan berkat perkembangan teknologi AI.

Proses Kerja dan Contoh Penerapan Digital Humanities

Proses kerja Digital Humanities melibatkan tinjauan literatur, perumusan konsep dan pertanyaan penelitian, operasionalisasi makna, pengumpulan dan pembersihan data, serta analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitian. Contoh konkret adalah penelitian Sosi Sastrawan di Stanford Literary Lab, yang menganalisis 93.000 novel berbahasa Inggris untuk melihat bagaimana wanita digambarkan. Dia menggunakan kata-kata seperti "heart," "mind," dan "lust" untuk melihat asosiasi gender dalam novel-novel tersebut dari tahun 1800 hingga 2000-an. Hasilnya menunjukkan perubahan tren penggambaran wanita dan pria dari waktu ke waktu.

Share

Summarize Anything ! Download Summ App

Download on the Apple Store
Get it on Google Play
© 2024 Summ