Ringkasan Singkat
Video ini membahas tentang masa Demokrasi Liberal di Indonesia, mulai dari tahun 1950 hingga 1959. Periode ini ditandai dengan pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakhiri dengan Dekrit Presiden Soekarno. Video ini menjelaskan latar belakang terbentuknya RIS, faktor-faktor penyebab pembubarannya, serta ciri-ciri demokrasi liberal yang diterapkan di Indonesia pada masa itu.
- Pembentukan RIS sebagai hasil Konferensi Meja Bundar.
- Mosi Integral Natsir sebagai salah satu faktor pembubaran RIS.
- Instabilitas politik dengan seringnya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal.
Pembukaan
Pembukaan video oleh tutor sejarah Edcent, yang memperkenalkan materi tentang masa Demokrasi Liberal di Indonesia.
Profil Tutor
Bagian ini menampilkan intro musik.
Periode Masa Demokrasi Liberal
Masa Demokrasi Liberal berlangsung dari tahun 1950 hingga 1959. Dimulai dengan pembubaran Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakhiri dengan Dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959. Sebelum membahas lebih jauh tentang Demokrasi Liberal, akan dibahas terlebih dahulu mengenai RIS.
RIS (Republik Indonesia Serikat)
RIS terbentuk pada 27 Desember 1945 sebagai hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar. Bentuk negara federal ini terdiri dari tujuh negara bagian dan sembilan daerah otonom.
Pembagian Negara Bagian dan Otonomi RIS
Tujuh negara bagian dalam RIS adalah Negara Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Pasundan, Jawa Timur, Madura, Indonesia Timur, dan Republik Indonesia. Sembilan daerah otonomnya adalah Kalimantan Barat, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Jawa Tengah, Riau, Bangka, dan Belitung. Soekarno menjabat sebagai presiden RIS, Mohammad Hatta sebagai perdana menteri RIS, Mr. Assaat sebagai presiden RI (saat RI menjadi bagian dari RIS), dan Susanto serta Abdul Halim sebagai perdana menteri RI. Konstitusi yang digunakan adalah Konstitusi RIS.
Faktor Penyebab Pembubaran RIS
RIS tidak bertahan lama dan dibubarkan delapan bulan setelah terbentuk, tepatnya pada 17 Agustus 1950. Pembubaran ini dilatarbelakangi oleh keinginan Belanda untuk membentuk negara serikat, yang ditolak oleh pemerintah Indonesia. Pada April 1950, Mohammad Natsir mengajukan Mosi Integral Natsir yang berisi keinginan agar negara-negara bagian dalam RIS bergabung kembali ke dalam Republik Indonesia membentuk negara kesatuan. Selain itu, gejolak di daerah seperti pemberontakan APRA, Andi Azis, dan RMS juga mempercepat pembubaran RIS.
Demokrasi Liberal
Setelah pembubaran RIS, Indonesia menerapkan konsep demokrasi liberal. Ciri-ciri demokrasi liberal antara lain penggunaan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, sistem kabinet parlementer di mana kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dipimpin oleh perdana menteri, serta terjadinya instabilitas politik yang ditandai dengan seringnya pergantian kabinet. Selama sembilan tahun penerapan demokrasi liberal, terdapat tujuh kabinet yang berbeda.
Penutupan
Penutup dari tutor sejarah Edcent, yang menyampaikan harapan agar materi yang disampaikan bermanfaat.

