Ringkasan Singkat
Video ini membahas tentang Raja Jayabaya dari Kediri, ramalannya, dan hubungannya dengan Satrio Piningit. Intinya adalah membedakan antara Jayabaya sebagai tokoh sejarah dan Prabu Jayabaya sebagai tokoh legenda yang ramalannya populer.
- Raja Jayabaya adalah tokoh sejarah yang memerintah Kediri dan dikenal sebagai pembimbing para pujangga.
- Ramalan Jayabaya yang populer sebenarnya adalah karya pujangga Jawa Baru yang merekam kondisi sosial pada masa kolonial.
- Kepercayaan akan Satrio Piningit berakar dari keyakinan bahwa Dewa Wisnu akan turun ke bumi untuk mengembalikan keseimbangan saat terjadi kekacauan.
Fakta-Fakta Ramalan dan Kemunculan Satrio Piningit
Ramalan-ramalan kuno mulai terbukti, mengindikasikan bahwa Indonesia akan mengalami kehancuran dan hanya Satrio Piningit yang dapat menyelamatkannya. Raja Jayabaya dari abad ke-12 meramalkan kemajuan teknologi seperti mobil dan kereta api, serta kemerosotan moral masyarakat modern. Pertanyaan yang muncul adalah apakah Jayabaya adalah "Nostradamus" dari Indonesia dan bagaimana cara mengenali Satrio Piningit jika ia muncul.
Raja Jayabaya: Antara Sejarah dan Mitos
Pada masa Raja Jayabaya berkuasa, Gengis Khan lahir di Mongolia. Zaman Kayuga atau masa kehancuran menggemparkan Pulau Jawa, dengan peperangan yang berkobar di mana-mana. Dalam situasi kacau ini, Raja Jayabaya tampil sebagai penyelamat, seperti Wisnu yang memberantas kejahatan dan mengembalikan stabilitas di Jawa. Prasasti Hantang menegaskan kebangkitan kerajaan Panjalu dan kemenangannya atas musuh-musuhnya. Raja Jayabaya dikenal sebagai raja Panjalu (Kediri) yang masyhur, yang meramalkan perkembangan teknologi dan kemunculan Satrio Piningit.
Kritik Sumber Sejarah Jayabaya
Banyak pembahasan tentang Raja Jayabaya di internet tercampur dengan mitos dan legenda. Dalam menyusun sejarah, penting untuk menerapkan metode kritik sumber. Mitos dan legenda dianggap sebagai sumber sekunder yang lemah dan harus ditolak. Untungnya, Raja Jayabaya didukung oleh sumber primer berupa prasasti dan karya tulis sezaman. Raja Jayabaya adalah sosok yang kritis terhadap sastra, seperti yang terlihat dalam kisah penolakan naskah kakawin oleh Empu Panuluh.
Jayabaya dan Dunia Sastra
Jayabaya hidup di masa ketika seni sastra sedang berkembang pesat. Kakawin adalah karya sastra bermetrum yang ditulis di atas lontar dengan tujuan spiritual. Dua rakawi masyhur pada masa itu adalah Sedah dan Panuluh, yang menulis kakawin Hariwangsa dan Baratayuda. Raja Jayabaya adalah pembimbing para rakawi, dan Panuluh mengaku dididik langsung olehnya. Kakawin Hariwangsa berkisah tentang perkawinan Krishna dan Rukmini, sementara Baratayuda tentang perang besar Pandawa melawan Kurawa.
Skandal di Balik Kakawin Baratayuda
Kakawin Baratayuda awalnya dikarang oleh Empu Sedah atas perintah raja, namun kemudian digantikan oleh Empu Panuluh. Empu Panuluh mengakui keindahan gaya penulisan Empu Sedah, namun ada dugaan skandal di balik pergantian tersebut. Konon, raja menemukan gambaran istri tokoh dalam naskah yang mirip dengan permaisurinya, sehingga Empu Sedah dituduh mata keranjang dan dihukum mati. Namun, ini hanya dugaan tanpa dasar yang kuat.
Jayabaya: Seniman dan Pemimpin Spiritual
Selain mendidik dan mendukung para rakawi, Raja Jayabaya juga dikenal jago menciptakan tembang yang populer di kalangan rakyat. Ia juga memiliki penasihat spiritual beraliran Bhairawa. Empu Panuluh menulis bahwa Dewa Wisnu turun ke dunia menjadi Raja Jayabaya, didampingi oleh Resi Agastya sebagai guru semesta. Ini menunjukkan bahwa Raja Jayabaya memiliki penasihat spiritual di istana yang menjalankan aliran Bhairawa.
Jayabaya: Pemersatu Jenggala dan Panjalu
Raja Jayabaya kemungkinan adalah seorang Waisnawa atau pemuja Dewa Wisnu, seperti leluhurnya Raja Airlangga. Ia dipuji sebagai titisan Wisnu oleh para rakawi dan menyandang gelar Madhusudana Danawatara. Raja Jayabaya juga dikenal sebagai pemersatu Jenggala dan Panjalu, dua kerajaan yang sebelumnya terpecah belah. Semboyan terkenalnya adalah "Panjalu Jayati" yang berarti Panjalu menang, yang mengindikasikan keberhasilannya mengalahkan Jenggala dan menyatukan kedua kerajaan.
Misteri Akhir Kekuasaan Jayabaya
Jayabaya berhasil membawa stabilitas bagi Jawa, memungkinkan kesastraan berkembang. Namun, berbeda dengan Raja Airlangga yang akhir kekuasaannya tercatat jelas, ujung kekuasaan Jayabaya masih menjadi misteri. Diduga terjadi pemberontakan yang menyebabkan kerajaannya runtuh. Meskipun ingatan akan peradaban masa klasik tergerus seiring perubahan zaman, nama Jayabaya tetap dikenang oleh masyarakat Jawa.
Prabu Jayabaya: Jago Ramal dalam Babat
Perlu dibedakan antara Sri Maharaja Jayabaya sebagai tokoh historis dengan Prabu Jayabaya si Jago Ramal, karena sosok Prabu Jayabaya sudah bercampur dengan banyak mitos. Prabu Jayabaya adalah sosok hasil kreasi para pujangga Jawa Baru dalam kisah naskah babat mereka. Misalnya, Babat Jawi menggambarkan Joyoboyo sebagai keturunan Pandawa, sementara Babat Kadiri menyebutnya sebagai titisan Betara Wisnu.
Babat Kadiri: Racauan Hasil Kesurupan
Babat Kadiri disusun oleh Mas Ngabei Purwowijoyo atas bantuan Ki Dermokondo dengan cara supranatural, yaitu memanggil roh Butolocoyo untuk merasuki seorang penabuh gamelan. Racauan tersebut kemudian ditulis sebagai Babat Kadiri. Babat ini menceritakan kisah cinta Prabu Jayabaya dengan seorang raksasa bernama Nyai yang berujung tragis. Babat Kadiri juga menyebut Prabu Jayabaya meninggalkan empat candi, padahal Candi Tegowangi dan Surawana adalah peninggalan Majapahit.
Ramalan Jayabaya: Rekaman Zaman Kolonial
Kini kita bisa membedakan antara Maharaja Jayabaya yang historis dengan Prabu Jayabaya yang ahistoris. Prabu Jayabaya sangat dikenal masyarakat karena ramalan-ramalannya yang dikenal dengan Jongko Joyoboyo. Ramalan Jayabaya tersusun dari berbagai kitab anonim yang diklaim ditulis oleh Prabu Jayabaya, berisi kronologi berbagai zaman dalam sejarah dan masa depan. Sebagian besar ramalan Joyoboyo berisi tentang akademis masyarakat modern dan diduga merupakan rekaman zaman dari kemerosotan moral pada masa kolonial.
Satrio Piningit: Harapan di Tengah Perubahan
Selain mengecam keadaan, pujangga Jongko Joyoboyo juga menabur harapan akan datangnya Satrio Piningit sebagai Ratu Adil yang akan mengembalikan kegemilangan Nusantara. Namun, tidak ada kesepakatan tentang ciri-ciri Satrio Piningit. Beberapa kitab menyebut ia akan turun di lereng timur Gunung Lawu membawa Trisulaweda, sementara kitab lain menyebut ia akan lahir di kota Mekah. Keberadaan begitu banyak versi ramalan Joyoboyo mengindikasikan adanya perang ideologi di antara para pujangganya.
Makna Satrio Piningit
Terlepas dari validitas ramalan Jayabaya, kepercayaan akan Satrio Piningit beredar dalam kesadaran masyarakat Jawa. Kakawin Hariwangsa menyebut bahwa setiap kali Jawa dilanda kekacauan, Dewa Wisnu turun ke bumi untuk mengembalikan keseimbangan. Inilah dasar dari keyakinan akan adanya Satrio Piningit dan Ratu Adil. Satrio Piningit adalah harapan bagi masyarakat Jawa yang hancur oleh perubahan zaman pada masa kolonial. Sejatinya, Satrio Piningit adalah kita semua yang berani bertindak, bekerja, bersyukur, berbuat baik, dan tidak diam saat melihat ketidakadilan.