Ringkasan Singkat
Video ini membahas isu ijazah palsu Presiden Jokowi dari sudut pandang Prof. Rias Rasyid, seorang ilmuwan politik dan mantan Menteri Otonomi Daerah. Prof. Rias menyampaikan beberapa poin penting:
- Jokowi diduga tidak memiliki ijazah yang sah karena tidak menunjukkan kapasitas intelektual seorang sarjana dan menyembunyikan dokumen tersebut.
- Hilangnya dokumen terkait di KPU dianggap sebagai tindakan yang disengaja dan mencurigakan.
- Reuni alumni UGM yang diadakan Jokowi dianggap sebagai upaya yang kurang meyakinkan dan terkesan dipaksakan.
- Kasus ini penting untuk diusut tuntas demi menjaga peradaban bangsa dan memberikan pelajaran bagi generasi mendatang.
- Survei politik di Indonesia seringkali tidak independen dan digunakan untuk menggiring opini publik.
Intro
Abraham Samad membuka diskusi dengan Prof. Rias Rasyid mengenai isu ijazah palsu Jokowi yang ramai diperbincangkan. Jokowi dituduh mengalihkan isu dengan menuding ada "orang besar" di balik penyebaran isu tersebut. Prof. Rias menilai tuduhan itu sebagai pikiran sederhana Jokowi atau upaya mengalihkan perhatian, yang justru memancing reaksi negatif dan memperburuk posisinya.
Analisis Prof. Rias tentang Ijazah Jokowi
Prof. Rias berpendapat bahwa Jokowi kemungkinan besar tidak memiliki ijazah. Indikasinya adalah Jokowi tidak menunjukkan kapasitas seorang sarjana dalam berpikir dan berbicara. Selain itu, penyembunyian ijazah asli menimbulkan kecurigaan karena sesuatu yang sah seharusnya tidak perlu disembunyikan. Prof. Rias juga menyoroti ketidakjelasan mengenai keberadaan ijazah tersebut di pengadilan Solo dan kepolisian.
Argumen Logika dan Perbandingan dengan Obama
Prof. Rias mengkritik alasan Jokowi yang tidak mau menunjukkan ijazah kepada publik sebagai argumen yang tidak logis. Ia membandingkan dengan kasus Obama yang langsung memperlihatkan akta kelahiran untuk membantah keraguan. Reaksi Jokowi dianggap tidak intelek karena tidak ada kesan intelektual dalam menangani kasus ini.
Hilangnya Dokumen di KPU dan Reaksi UGM
Prof. Rias mempertanyakan hilangnya dokumen Jokowi di KPU dan mengapa Jokowi tidak menuntut KPU atas kejadian tersebut. Ia menduga ada pihak di KPU yang sengaja menghilangkan dokumen tersebut. Prof. Rias juga menyoroti sikap UGM yang terkesan pasang badan dan tidak membuka dokumen kemahasiswaan Jokowi. Ia menduga rektor UGM berada di bawah tekanan sehingga memberikan pernyataan yang tidak bisa dipegang.
Verifikasi Ijazah dan Kualitas Lulusan UGM
Prof. Rias menjelaskan proses verifikasi ijazah saat mencalonkan diri sebagai anggota DPR, di mana ijazah harus disahkan oleh universitas atau Kemendikbud. Ia meragukan kualitas Jokowi sebagai lulusan UGM karena standar UGM yang tinggi. Prof. Rias juga mengkritik UGM yang tidak meminta Jokowi menyerahkan ijazahnya untuk diverifikasi.
Rekayasa Kehilangan Dokumen dan Reuni Alumni
Prof. Rias menduga hilangnya dokumen di KPU adalah rekayasa untuk melindungi Jokowi. Ia menilai Jokowi tidak bereaksi atas hilangnya dokumen karena takut kebenaran terungkap. Prof. Rias juga mengkritik reuni alumni UGM yang diadakan Jokowi sebagai langkah yang kurang canggih dan tidak genuin. Ia mencurigai reuni tersebut dimobilisasi dan berbayar.
Kebohongan Jokowi dan Pentingnya Kejujuran
Prof. Rias menyatakan bahwa masyarakat sudah tahu Jokowi sering berbohong, sehingga sulit untuk percaya bahwa ia jujur dalam kasus ijazah. Ia mencontohkan kasus SMK yang dipesan 6.000 orang sebagai kebohongan Jokowi. Prof. Rias menekankan pentingnya kejujuran dan membenci kebohongan demi membangun peradaban bangsa.
Urgensi Pengusutan Tuntas dan Syarat Menjadi Presiden
Prof. Rias menegaskan bahwa kasus ijazah palsu harus diusut tuntas meskipun Jokowi sudah tidak menjabat sebagai presiden. Ia menilai Jokowi sebenarnya tidak memenuhi syarat menjadi calon presiden. Prof. Rias menekankan pentingnya konsekuensi dari pelanggaran aturan demi membangun peradaban. Ia juga menyinggung isu-isu besar lain yang mungkin tertutupi oleh isu ijazah ini.
Pelajaran untuk Memilih Pemimpin dan Kritik Survei Politik
Prof. Rias menekankan pentingnya mengedukasi rakyat mengenai arti kepemimpinan dan tanggung jawab. Ia mengkritik pencitraan dan kerjasama sistematis antara tukang survei, lembaga survei, dan media massa yang dianggap sebagai "agama baru" dalam demokrasi. Prof. Rias menjelaskan bahwa survei di Amerika digunakan untuk membantu rakyat, bukan untuk menggiring opini publik seperti di Indonesia.
Masukan untuk Demokrasi yang Lebih Baik
Prof. Rias memberikan masukan agar partai politik memiliki kemampuan membaca kepentingan negara dan aspirasi rakyat, serta mencari calon pemimpin dengan susah payah. Ia mengharamkan praktik memperjualbelikan pencalonan. Prof. Rias juga menyoroti aib besar dalam demokrasi Indonesia, yaitu adanya daerah yang hanya memiliki calon tunggal dan melawan kotak kosong.

