Ringkasan Singkat
Video ini membahas tentang hukum periwayat yang berbohong atas nama Nabi Muhammad SAW, larangan berdusta atas nama beliau, dan hukum perubahan atau imbalan dalam periwayatan hadis. Poin-poin pentingnya meliputi:
- Berbohong atas nama Nabi Muhammad SAW adalah dosa besar dan ancamannya sangat berat.
- Ulama sangat keras dalam melarang dan memperingatkan terhadap perbuatan ini.
- Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum meminta imbalan dalam periwayatan hadis, ada yang melarang dan ada yang membolehkan dengan syarat tertentu.
Hukum Periwayat yang Berbohong atas Nama Nabi
Larangan berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW adalah perintah yang wajib ditaati. Ahmad Hamdan menegaskan bahwa orang yang sengaja berbohong atas nama Nabi Muhammad SAW akan masuk neraka selamanya. Ulama zaman dahulu dan sekarang sangat marah dan keras dalam melarang perbuatan ini. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menjelaskan bahwa berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW tidak sama dengan berdusta atas orang lain, dan orang yang melakukannya dengan sengaja akan mendapatkan tempat di neraka.
Larangan Berdusta atas Nama Nabi
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim juga menegaskan larangan berbohong atas nama Nabi Muhammad SAW. Orang yang berbohong atas nama beliau akan masuk neraka. Peringatan keras ini ditujukan kepada para pembelajar hadis agar tidak sekali-kali berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW. Saat ini, banyak hadis palsu yang beredar, sehingga kita harus berhati-hati dan selektif dalam menerima hadis. Sebaiknya kita mempercayai hadis yang sahih dan diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya.
Hukum Perubahan atau Imbalan dalam Periwayatan Hadis
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum meminta imbalan atau upah dalam periwayatan hadis. Sebagian ulama menolak pemberian upah, sementara sebagian lainnya membolehkannya. Imam Syafi'i membolehkan hal ini, dengan mengqiyaskan (menganalogikan) dengan pendarahan atau bekam. Intinya, seseorang yang belajar hadis atau merasa sakit sebaiknya tidak mencari keuntungan dalam proses pembelajarannya, apalagi meminta-minta. Namun, jika terpaksa, misalnya karena kebutuhan mendesak, maka diperbolehkan dengan syarat tidak berlebihan.

