Ringkasan Singkat
Video ini membahas tiga kebijakan penting pada masa penjajahan Belanda di Indonesia: Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel), Politik Pintu Terbuka, dan Politik Etis. Sistem Tanam Paksa yang diperkenalkan oleh Johanes Van den Bosch, mewajibkan rakyat menanam tanaman ekspor dengan paksaan. Politik Pintu Terbuka memberikan kesempatan bagi pihak swasta untuk menanamkan modal di Indonesia. Sementara itu, Politik Etis yang digagas oleh Van Deventer, bertujuan untuk menyejahterakan penduduk jajahan melalui irigasi, imigrasi, dan edukasi.
- Sistem Tanam Paksa membebani rakyat dengan penanaman tanaman ekspor.
- Politik Pintu Terbuka membuka investasi swasta tetapi juga eksploitasi.
- Politik Etis bertujuan meningkatkan kesejahteraan melalui irigasi, imigrasi, dan edukasi, tetapi dampaknya terbatas.
Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel)
Sistem Tanam Paksa diperkenalkan oleh Belanda pada masa kepemimpinan Johanes Van den Bosch. Sistem ini mengharuskan rakyat untuk menanam tanaman ekspor di bawah paksaan pemerintah kolonial Belanda. Sistem ini pertama kali diterapkan di Jawa, kemudian dikembangkan di daerah lain di luar Jawa.
Latar Belakang Sistem Tanam Paksa
Terdapat beberapa faktor yang melatarbelakangi penerapan sistem tanam paksa. Pertama, Belanda mengeluarkan dana besar untuk biaya perang di Eropa selama masa kejayaan Napoleon Bonaparte. Kedua, pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830 menyebabkan krisis keuangan. Ketiga, biaya Perang Diponegoro yang besar menguras kas negara Belanda. Terakhir, gagasan liberal yang diharapkan memberikan keuntungan maksimal dari tanah jajahan ternyata gagal.
Aturan dalam Sistem Tanam Paksa
Aturan dalam sistem tanam paksa meliputi beberapa poin. Penduduk harus menyediakan sebagian tanahnya (tidak lebih dari seperlima) untuk penanaman tanaman ekspor. Pekerjaan menanam tanaman ekspor tidak boleh melebihi pekerjaan menanam padi. Tanah yang disediakan bebas dari pajak tanah, dan hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga tanaman melebihi pajak tanah, kelebihannya diberikan kepada penduduk. Kegagalan panen bukan karena kesalahan petani menjadi tanggungan pemerintah. Bagi yang tidak memiliki tanah, dipekerjakan di perkebunan atau pabrik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.
Penyimpangan dalam Sistem Tanam Paksa
Dalam pelaksanaannya, terjadi penyimpangan dari aturan sistem tanam paksa. Jatah tanaman ekspor seringkali melebihi 1/5 tanah garapan, terutama jika tanahnya subur. Perhatian rakyat lebih terfokus pada tanaman ekspor sehingga lahan sendiri terbengkalai. Rakyat tanpa tanah bekerja lebih dari seperlima tahun. Kelebihan hasil panen tidak dikembalikan, dan kegagalan panen menjadi beban rakyat.
Penghapusan Sistem Tanam Paksa
Eduard Douwes Dekker (Multatuli) menentang tanam paksa melalui bukunya Max Havelaar. Ia ingin pemerintah Belanda lebih peduli pada kesejahteraan rakyat Indonesia. Multatuli mengusulkan tiga langkah: pendidikan bagi penduduk Indonesia, pembangunan sistem irigasi untuk pertanian, dan pemindahan penduduk dari wilayah padat ke wilayah jarang penduduknya.
Politik Pintu Terbuka
Politik Pintu Terbuka adalah sistem di mana pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada periode ini, tanah dan tenaga kerja dianggap sebagai milik perorangan. Tanah rakyat dapat disewakan dan tenaga kerja dapat dijual.
Faktor Pendorong Politik Pintu Terbuka
Beberapa faktor mendorong penerapan politik pintu terbuka. Jawa menyediakan tenaga buruh yang murah. Banyaknya modal tersedia karena keuntungan sistem tanam paksa yang berlebihan. Adanya bank-bank yang menyediakan kredit bagi usaha pertanian, pertambangan, dan transportasi. Serta, kekayaan alam Indonesia yang melimpah.
Dampak Positif dari Politik Pintu Terbuka
Dampak positif dari politik pintu terbuka antara lain: sistem tanam paksa yang memberatkan rakyat dihapuskan. Rakyat Indonesia mulai mengenal arti pentingnya uang dan mengenal barang-barang ekspor dan impor. Dibangunnya fasilitas penghubungan seperti jalan raya, rel kereta api, jembatan, dan irigasi (waduk dan bendungan).
Dampak Negatif dari Sistem Politik Pintu Terbuka
Dampak negatif dari politik pintu terbuka meliputi: rakyat semakin menderita karena ditekan oleh pemerintah dan swasta. Terjadi eksploitasi rakyat pribumi dan lahan produktif secara besar-besaran. Kehidupan penduduk merosot tajam karena dipaksa menyewakan tanahnya kepada pihak swasta dengan biaya sewa yang sangat murah.
Politik Etis
Politik Etis merupakan gagasan dari Van Deventer. Kebijakan ini diterapkan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia pada tahun 1901, berisi program-program sebagai kewajiban moral untuk menyejahterakan penduduk wilayah jajahan.
Isi dari Politik Etis
Isi dari politik etis meliputi tiga program utama: irigasi (pengairan, membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian), imigrasi (mengajak penduduk untuk bertransmigrasi dengan tujuan pemerataan wilayah), dan edukasi (memperluas bidang pengajaran dan pendidikan).
Latar Belakang Politik Etis
Latar belakang politik etis meliputi perubahan pandangan global tentang kolonialisme, tekanan ekonomi dan politik yang dirasakan Belanda, respon terhadap kritik perlakuan kolonial, usulan menteri kolonial pada tahun 1901, tujuan mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, serta faktor politik dan strategis untuk menjaga stabilitas politik dan mencegah gerakan nasionalis.
Dampak dari Politik Etis
Dampak dari politik etis meliputi peningkatan akses pendidikan dan kesejahteraan pribumi, pengaruh positif pada budaya dan pola pikir, polarisasi kelompok akibat ketidaksetaraan fasilitas, reaksi kuat dari gerakan nasionalis, pertumbuhan nasionalisme akibat pendidikan modern, pengaruh pada politik dan kepemimpinan lokal, serta dampak terbatas pada kesejahteraan karena pemerintah tetap menguasai kebijakan.