VIRAL! Mahfud MD Klarifikasi! Putusan Hakim Dinilai Ngaco, Tom Lembong Korban? #IntrigueRK

VIRAL! Mahfud MD Klarifikasi! Putusan Hakim Dinilai Ngaco, Tom Lembong Korban? #IntrigueRK

Ringkasan Singkat

Video ini membahas vonis terhadap Tom Lembong dalam kasus korupsi impor gula, yang menurut Prof. Mahfud MD penuh kejanggalan. Diskusi meliputi konsep niat jahat (mens rea) dalam hukum pidana, perbedaan antara norma dan ide dalam hukum, serta pentingnya kualitas pendidikan hukum. Selain itu, dibahas pula fenomena pemimpin populer di era internet yang dapat memicu polarisasi dan pentingnya kesadaran moral dalam berdemokrasi.

  • Vonis Tom Lembong dianggap salah karena kurangnya bukti niat jahat dan perhitungan kerugian negara yang tidak tepat.
  • Pendidikan hukum yang kuat sangat penting untuk menghasilkan hakim yang adil dan bijaksana.
  • Era internet melahirkan pemimpin populer yang dapat memicu polarisasi, sehingga kesadaran moral menjadi kunci dalam berdemokrasi.

Kasus Tom Lembong dan Reaksi Masyarakat

Setelah vonis dibacakan terhadap Tom Lembong, masyarakat menjadi heboh dan perbincangan tentang keadilan untuk Tom Lembong beredar luas karena merasa tidak puas. Video lama yang menampilkan Prof. Mahfud MD yang menyatakan kasus hukumnya sudah jelas kembali beredar, namun kini Prof. Mahfud menyatakan ada banyak kejanggalan. Rhenald Kasali menyatakan bahwa keputusan hakim salah karena belum inkrah dan rasa keadilan terancam jika pengadilan bekerja seperti itu.

Pendapat Prof. Mahfud MD tentang Kasus Tom Lembong

Prof. Mahfud MD menjelaskan bahwa pada awalnya kasus Tom Lembong memenuhi syarat korupsi secara legal formal karena diduga memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara. Namun, untuk bisa dihukum, harus dibuktikan adanya niat jahat (mens rea). Dalam kasus Tom Lembong, niat jahat ini tidak terbukti karena ia menjalankan perintah atasan dan ada rapat koordinasi resmi terkait kebijakan tersebut.

Niat Jahat (Mens Rea) dalam Hukum Pidana

Prof. Mahfud menjelaskan bahwa niat jahat (mens rea) memiliki empat ukuran: maksud untuk mengambil keuntungan, tahu bahwa tindakan itu merugikan dan tidak benar, ceroboh, dan lalai. Dalam kasus Tom Lembong, tidak ada satu pun dari keempat unsur ini yang terpenuhi. Saksi-saksi yang dipanggil justru menguatkan posisinya, sementara saksi yang memberatkan tidak hadir.

Ancaman terhadap Keadilan dan Demokrasi

Prof. Mahfud menyatakan bahwa rasa keadilan terancam jika pengadilan bekerja seperti dalam kasus Tom Lembong. Demokrasi tanpa hukum akan liar, sementara hukum tanpa demokrasi akan menimbulkan kezaliman. Saat ini, demokrasi sudah jauh menyeleweng, di mana pihak yang kuat bisa memesan kasus. Meskipun tidak ada bukti spesifik, banyak yang merasakan ketidakwajaran dalam kasus Tom Lembong dan mengaitkannya dengan politik.

Norma vs Ide dalam Hukum

Prof. Mahfud menjelaskan bahwa orang bisa dihukum jika melanggar norma, bukan hanya karena ide. Kapitalisme adalah ide, bukan norma, sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk menghukum seseorang. Hakim dalam kasus Tom Lembong dianggap mencampuradukkan asas dan filsafat, padahal norma harus ada dalam undang-undang dengan ancaman hukuman yang jelas.

Kualitas Pendidikan Hukum di Indonesia

Prof. Mahfud mengkhawatirkan kualitas pendidikan hukum di Indonesia, di mana banyak universitas yang tidak jelas dan menghasilkan hakim yang tidak memahami dasar-dasar ilmu hukum. Di Amerika Serikat, profesor hukum memiliki gaji tertinggi karena dasar filsafat hukum harus kuat. Di Indonesia, banyak yang masuk fakultas hukum karena tidak diterima di fakultas lain, sehingga tidak memiliki dasar ilmu hukum yang kuat.

Menghitung Kerugian Negara dan Peran Ahli

Prof. Mahfud menjelaskan bahwa menghitung kerugian negara harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak sembarangan. Proses penentuan harga harus wajar dan dibandingkan dengan yang lain. Jika tidak bisa dibandingkan, harus mengundang ahli ekonomi dan hukum. Terkadang, perhitungan kerugian dibuat-buat untuk mencari kesalahan. Dalam kasus Tom Lembong, perhitungan kerugian baru dilakukan setelah ditetapkan sebagai tersangka, yang seharusnya tidak boleh.

Masalah dalam Proses Hukum di Indonesia

Prof. Mahfud mengungkapkan bahwa seringkali proyek yang sedang berjalan sudah diperiksa dan ujung-ujungnya hanya minta uang. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan bahwa kasus yang menyangkut keuangan negara harus diperiksa oleh APIP (aparat pemeriksaan internal pemerintah) sebelum dibawa ke pengadilan. Namun, dalam kasus Tom Lembong, perhitungan kerugian baru dilakukan setelah menjadi tersangka.

Peran Jaksa dan Kualitas Kontrol

Prof. Mahfud menjelaskan bahwa jaksa berperan sebagai penyelidik dan penyidik dalam kasus korupsi. Namun, kualitas kontrol dalam proses ini dipertanyakan. Bahkan, ada kasus di mana orang dibebaskan karena membeli hakim. Dalam kasus Tom Lembong, seharusnya terdakwa dibebaskan karena pentersangkaannya tidak memenuhi syarat.

Potensial Loss vs Kerugian Nyata

Prof. Mahfud menjelaskan bahwa jurisprudensi Mahkamah Agung menyatakan bahwa potensial loss tidak bisa dijadikan landasan untuk menghukum. Harus ada kerugian yang nyata dan bisa dihitung. Dalam kasus Tom Lembong, hakim menggunakan potensial loss, yang seharusnya tidak boleh.

Kerumitan Menghitung Kerugian dan Pentingnya Kebijaksanaan Hakim

Prof. Mahfud menjelaskan bahwa menghitung kerugian bisa rumit karena sistem akuntansi yang berubah. Hakim harus bijaksana dan tidak hanya pintar menghitung angka. Tidak boleh menghitung sendiri atau hanya percaya pada satu lembaga penghitung. Harus ada saksi ahli yang jujur dan kompeten. Sayangnya, banyak ahli yang bisa dibeli untuk memberikan kesaksian palsu.

Contoh Kasus Akuisisi Perusahaan

Rhenald Kasali memberikan contoh kasus akuisisi perusahaan pelayaran, di mana saksi ahli hanya menghitung harga kapal sebagai besi tua, tanpa mempertimbangkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Hal ini bisa menyebabkan orang yang tidak bersalah menjadi tersangka karena dianggap merugikan keuangan negara.

Fenomena Pemimpin Populer di Era Internet dan Polarisasi

Prof. Mahfud menjelaskan bahwa era internet melahirkan pemimpin populer yang pandai berdrama dan membangun personal branding. Namun, hal ini bisa menimbulkan polarisasi karena disinformasi dan misinformasi. Contohnya adalah kasus Neni Nurhyati, seorang aktivis pro demokrasi yang diserang karena menganalisis para gubernur.

Pentingnya Kesadaran Moral dalam Berdemokrasi

Prof. Mahfud menekankan pentingnya kesadaran moral sebagai bangsa untuk mengendalikan hal-hal buruk yang muncul di era internet. Perkembangan IT tidak bisa dihindari, tetapi harus dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik. Pemerintah telah berusaha mengubah undang-undang ITE, tetapi intinya ada pada kesadaran kita.

Mentalitas Negatif Bangsa dan Kewaspadaan

Rhenald Kasali menyebutkan beberapa mentalitas negatif bangsa, seperti mental pengemis, pemeras, kepiting, dan victim mentality. Hal ini perlu diwaspadai karena bisa dimanfaatkan untuk mendapat dukungan dari masyarakat.

Menjaga Demokrasi dan Kepercayaan Masyarakat

Prof. Mahfud menekankan pentingnya menjaga demokrasi dan hukum agar masyarakat tetap percaya kepada bangsa ini. Kepercayaan (trust) adalah bonding bagi satu society. Jika hukum diabaikan, akan menimbulkan distrust society dan berbahaya bagi masa depan bangsa.

Share

Summarize Anything ! Download Summ App

Download on the Apple Store
Get it on Google Play
© 2024 Summ