Ringkasan Singkat
Video ini membahas dampak isolasi paksa atau kurungan isolasi terhadap kesehatan mental dan fisik seseorang. Isolasi yang berkepanjangan dapat menyebabkan stres kronis, gangguan identitas, depresi, halusinasi, serta perubahan pada otak yang memengaruhi emosi, memori, dan kemampuan kognitif. Selain itu, isolasi juga berdampak negatif pada kesehatan fisik, seperti gangguan tidur, masalah pencernaan, dan penurunan berat badan. Praktik kurungan isolasi ini umum terjadi di Amerika Serikat dan dikritik karena dianggap sebagai bentuk penyiksaan yang kontraproduktif terhadap rehabilitasi. Video ini juga menyoroti pendekatan yang lebih manusiawi di negara lain, seperti Norwegia, yang lebih fokus pada rehabilitasi dan memiliki tingkat residivisme yang lebih rendah.
- Isolasi paksa dapat menyebabkan stres kronis dan gangguan mental.
- Kurungan isolasi berdampak negatif pada kesehatan fisik.
- Praktik ini dikritik sebagai bentuk penyiksaan dan kontraproduktif.
- Pendekatan yang lebih manusiawi di negara lain menunjukkan hasil yang lebih baik.
Efek Isolasi pada Tubuh dan Pikiran
Isolasi paksa dalam jangka waktu yang lama dapat memicu berbagai perubahan pada tubuh dan pikiran. Pada awalnya, hormon stres akan meningkat, dan seiring waktu, stres ini dapat menjadi kronis. Interaksi sosial dan aktivitas yang bermakna sangat penting untuk stabilitas emosional karena membantu kita menguji realitas sosial dan mengukur persepsi kita. Ketika seseorang kekurangan komunikasi dan aktivitas tersebut, identitas dan realitas mereka terancam, menyebabkan pikiran berputar-putar dan impuls mengambil alih, yang dapat memicu depresi, obsesi, ide bunuh diri, dan bahkan delusi serta halusinasi.
Perubahan Otak Akibat Isolasi
Agitasi yang berkepanjangan akibat isolasi dapat menyebabkan sistem limbik otak, yang mengatur rasa takut dan stres, menjadi sangat responsif dan hiperaktif. Sementara itu, korteks prefrontal, pusat penalaran dan penilaian moral otak, dapat menyusut, mengganggu fokus, memori, dan kognisi seseorang. Secara keseluruhan, keseimbangan bergeser dari pemikiran rasional ke arah emosionalitas. Ketidakseimbangan ini dapat menjadi tertanam seiring waktu, membuat seseorang lebih rentan terhadap kecemasan, kemarahan, dan tindakan irasional.
Dampak Kesehatan Fisik dan Upaya Mengatasi
Isolasi juga memengaruhi kesehatan fisik seseorang. Mereka mungkin kehilangan rasa waktu dan mengalami kesulitan tidur. Mereka lebih mungkin mengalami jantung berdebar-debar, sakit kepala, pusing, dan hipersensitivitas. Mereka juga mungkin kehilangan berat badan karena masalah pencernaan akibat stres dan nafsu makan yang buruk. Seseorang dapat mencoba untuk mengatasi dengan membangun rutinitas yang paling sehat di bawah keadaan ekstrem, termasuk olahraga, membaca, dan menulis. Namun, upaya ini memiliki keterbatasan.
Kurungan Isolasi sebagai Bentuk Penyiksaan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, banyak organisasi hak asasi manusia, dan para ahli mengklasifikasikan isolasi paksa yang berkepanjangan sebagai penyiksaan. Praktik ini umum terjadi di Amerika Serikat, di mana lebih dari 120.000 tahanan menghabiskan 22 hingga 24 jam sehari di sel tanpa jendela. Kurungan isolasi awalnya diperkenalkan sebagai alternatif hukuman fisik, tetapi dengan cepat menghadapi kritik.
Sejarah dan Dampak Kurungan Isolasi di AS
Charles Dickens mengutuk kurungan isolasi sebagai lebih buruk daripada penyiksaan fisik. Penggunaannya sempat berkurang, tetapi kemudian meningkat pada tahun 1980-an seiring dengan meningkatnya populasi penjara dan kekerasan. Banyak orang ditempatkan di kurungan isolasi karena pelanggaran ringan. Kurungan isolasi sangat berbahaya bagi semua orang, terutama bagi mereka yang memiliki gangguan kesehatan mental yang sudah ada sebelumnya.
Efek Jangka Panjang dan Alternatif
Kurungan isolasi memiliki efek jangka panjang yang membuat penyesuaian kembali ke kehidupan di luar sel menjadi sulit. Orang yang pernah mengalami kurungan isolasi tiga kali lebih mungkin menunjukkan tanda-tanda gangguan stres pasca-trauma dan mengalami perubahan kepribadian, peningkatan kecemasan dan paranoia, serta kesulitan berkonsentrasi dan berhubungan dengan orang lain. Beberapa negara bagian telah membatasi penggunaan kurungan isolasi dalam kasus yang melibatkan penyakit mental serius, anak-anak, atau kehamilan. Sementara kurungan isolasi merusak rehabilitasi dan gagal mengurangi kekerasan di penjara, negara lain telah menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi. Norwegia, misalnya, memenjarakan lebih sedikit orang per kapita dan menghabiskan lebih banyak uang untuk akomodasi, kelas, dan program kerja, serta memiliki tingkat residivisme yang lebih rendah.

